BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi
pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan
bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem
pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah
bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak
boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi
visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.
Dengan lahirnya orde barudan tumpasnya pemberontakan PKI, maka mulailah
suatu era baru dalam usaha menempatkan pendidikan sebagai suatu usaha untuk
menegakkan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945. Banyak usaha-usaha yang
memerlukan kerja keras dalam rangka untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan
yangb betul-betul sesuai dengan tekad orde baru sebagai orde pembangunan. Namun
pada masa inipun pendidikan belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa
berikutnya yaitu masa reformasi diperlukan adanya pembenahan, baik dalam bidang
kurikulum, dimana kurikulum harus ditinjau paling sedikit lima tahun.
B.
Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pendidikan pada masa orde lama dan masa orde baru ?
2.
Bagaimana
pendidikan pada masa reformasi?
3.
Kurikulum-kurikulum
apa saja yang digunakan pada masa orde baru dan reformasi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
bagaimana pendidikan masa orde lama dan masa orde baru.
2.
Untuk mengetahui
bagaimana pendidikan pada masa reformasi.
3.
Untuk mengetahui
Kurikulum-kurikulum apa saja yang digunakan pada masa orde baru dan reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Pendidikan pada Awal Kemerdekaan
Pada masa penjajahan, kesempatan
memperoleh pendidikan bagi anak- anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah
anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati
sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk indonesia masih buta huruf. Oleh
karena itu, segera setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki
Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan
K). ki Hajar Dewantara menjabat jabatan ini hanya selama 3 bulan.
Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang hanya
menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh
Mohammad syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Soewandi.
Pada masa jabatan Mr. Suwandi, dibentuk
Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti
dan merumuskan masalah pengajaran setelah Kemerdekaan. Setelah menyelesaikan
tugasnya, panitia ini menyampaikan saran-saran kepada pemerintah. Kemudian,
disusunlah dasar struktur dan sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan umum
pendidikan di Indonesia merdeka adalah mendidik anak-anak menjadi warga negara
yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada
negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada
penanaman semangat patriotisme.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi
atas 4 tingkatan, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah pertama,
pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 1949,
tercatat sejumlah 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk
pendidikan tinggi, sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota
seperti Jakarta, Klaten, Solo dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas
seperti Universitas Gajah Mada.
B. Perkembangan
Pendidikan pada Masa Demokrasi Liberal dan Masa Demokrasi Terpimpin
1.
Masa Demokrasi Liberal
Pada tahun 1950, diadakan
pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS
(Republik Indonesia Serikat). Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan
yang dititikberatkan kepada spesialisasi sebab menurut Menteri Pendidikan pada
saat itu, bangsa Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang
sangat dibutuhkan oleh dunia modern. Menurut garis besar konsepsi tersebut,
pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3
banding 1. Maksudnya, setiap ada 3 sekolah umum, diadakan 1 sekolah teknik.
Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik
menengah (3 tahun), kemudian melanjutkan ke sekolah teknik atas (3 tahun).
Setelah lulus sekolah teknik menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan siswa
dapat mengerjakan suatu bidang tertentu.
Selain itu, karena Indonesia
merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti Surabaya, Makassar, Ambon,
Manado, Padang, dan Palembang diadakan Akademi Pelayaran, Akademi Oseanografi,
dan Akademi Research Laut. Tenaga pengajarnya didatangkan dari luar negeri
seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.
Pada masa Demokrasi Liberal,
didirikan beberapa universitas baru diantaranya adalah universitas Hasanuddin
di Makassar, Universitas Andallas di Padang, Universitas Padjajaran di
Bandung, dan Universitas Sumatra Utara di Medan.
2.
Masa Demokrasi Terpimpin
Pada tahun 1950-an, murid-murid
sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas jumlahnya
banyak sekali dan semuanya mengharapkan menjadi mahasiswa. Murid-murid ini
adalah hasil pertama dari sistem pendidikan setelah Kemerdekaan. Supaya mereka
dapat melanjutkan pendidikan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mendirikan
universitas baru di setiap ibu kota provinsi dan menambahkan jumlah fakultas di
Universitas-universitas yang sudah ada.
Selain itu, didirikan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) untuk muridmurid lulusan pesantren yang beragama
Islam. Adapun untuk murid-murid yang beragama Kristen Protestan dan Katholik
didirikan sekolah Tinggi Theologia dan seminari-seminari. Selanjutnya,
didirikan pula perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam, Kristen dan Katholik,
seperti Universitas Islam Indonesia, Universitas Kristen Indonesia serta
Universitas Katholik Atmajaya. Tercatat pada tahun 1961 telah berdiri sebanyak
181 buah perguruan tinggi.
C. Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Orde baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi
Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah
pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi
dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan
lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan
hasil didikan.
Pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena
pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan
orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur
dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru.
Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan
berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor
kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal
negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1.
Produk-produk
pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya
eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan
manusia).
2.
Lahirnya kaum
terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistik
3.
Hilangnya
kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde
baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk
pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk
pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi
manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum
yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum
1968
Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa
ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal
teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek
afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis,
kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi
intelektualnya saja.
2. Kurikulum
1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang
dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada
kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program
belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal.
Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan
bertahap.
3. Kurikulum
1984
Kurikulum
1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA
memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak
lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4. Kurilukum
1994
Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa
mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain.
Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka
tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap
banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
D. Pendidikan Pada Masa Reformasi
Era reformasi
telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan
pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah
dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah
menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari
anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan
didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang
diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana
keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam
pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di
era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22
tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun
2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu pendidikan dipahami
sebagai:
“usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
pendidikan di
masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah
belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih
diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur
posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam
pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi
siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan
Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-
hak siswa.
Ada beberapa kesalahan
dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah melahirkan hasilnya yang
pahit yakni:
1.
Angkatan kerja
yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
2.
Birokrasi yang
lamban, korup dan tidak kreatif.
3.
Masyarakat luas
yang mudah bertindak anarkis.
4.
Sumberdaya alam
(terutama hutan) yang rusak parah.
5.
Hutang Luar
Negeri yang tak tertanggungkan.
6.
Merajalelanya
tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Adapun
kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Pada
pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek
dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi.
Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan suatu
informasi.
Kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar
bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan.
Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
1.
Menekankan
pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2.
Kurikulum dapat
diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang,
dan tinggi).
3.
Berpusat pada
siswa.
4.
Orientasi pada
proses dan hasil.
5.
Pendekatan dan
metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6.
Guru bukan
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7.
Buku pelajaran
bukan satu-satunya sumber belajar.
8.
Belajar
sepanjang hayat;
9.
Belajar
mengetahui (learning how to know),
10.
Belajar
melakukan (learning how to do),
11.
Belajar menjadi
diri sendiri (learning how to be),
12.
Belajar hidup
dalam keberagaman (learning how to live together).
2. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum
KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan
dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya.
Jadi pada
kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan
membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan
lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP
berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang
telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Dalam
kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu
unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih
ditekankan dari pada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan
terkecil pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar
disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitar.
3.
Kurikulum 2013
Makna
manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten
pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan
jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis,
kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari
prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa
di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan
untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
a.
Manusia
berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah;
b.
Manusia terdidik
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
c.
Warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum
ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan
menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu
proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih
tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi adalah:
a. Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang
dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih
lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
b. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara
kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
c. Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang
dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
d. Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan
kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan
pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran.
Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
e. Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi
bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan
“disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
f. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada
prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
g. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai
kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik
konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan
konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan
konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang
tidak langsung.
h. Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek
kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran
remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan
(Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).
Pengembangan kurikulum
didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a.
Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang
pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
b.
Standar kompetensi lulusan ditetapkan
untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan.
c.
Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai
oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir,
dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
d.
Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa
setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum
berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik
(mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
e.
Kurikulum dikembangkan dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan
dan minat.
f.
Kurikulum berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya.
g.
Kurikulum harus tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
h.
Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan
kehidupan..
i.
Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
j.
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
k.
Penilaian hasil belajar ditujukan untuk
mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
a.
Pelaksanaan
kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
ü Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
ü Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
ü Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX,
X, XI, dan XII
b. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun
2013 – 2015
c. Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari
tahun 2012 – 2014
d. Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem
administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama
untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember 2013
e. Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi
untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan:
Juli 2013 – 2016
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan, bahwa pada masa orde baru
pendidikan hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan
perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan
terdidik sebanyak-banyaknya tanpa menghasilkan kualitas pengajaran dan hasil
didikan. Adapun kurikulum yang digunakan pada masa ini yaitu kurikulum 1968,
kurikulum 1975, kurikulum 1984 dan kurikulum 1994. Namun pendidikan pada masa
berikutnya pada masa orde baru belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada
masa berikutnya masa reformasi diperlukan adanya pembenahan-pembenahan, baik
dalam bidang kurikulum maupun dari segi tenaga pengajarnya. Kurikulum yang
dipakai pada era reformasi ini yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
B. Saran
Makalah ini masih jauh
dari kata sederhana, jadi kami sebagai penulis, memohon saran dari para
kawan-kawan untuk menyempurnakan Makalah ini.
No comments:
Post a Comment